Beseputkalteng, Jakarta - Pemerintah melalui Undang-undang nomor 10 Tahun 2020 telah mengesahkan penggunaan meterai digital atau meterai elektronik pada 26 Oktober 2020 lalu. Hal tersebut dilakukan untuk pembaruan UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai sudah tak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan masyarakat serta kebutuhan tata kelola Bea Meterai. Lalu apa dan bagaimana penggunaan meterai digital tersebut, akan dibahas dalam ulasan berikut ini dilansir dari online-pajak.com.
Dalam UU terbaru ini, mulai diberlakukannya Bea Meterai elektronik atau Bea Meterai digital sejak 2021. Bea Meterai elektronik atau disebut Bea Meterai elektronik (e-Meterai) adalah meterai yang digunakan untuk dokumen elektronik.
Sebab sebelumnya, Bea Meterai hanya berwujud kertas dan digunakan untuk dokumen dalam bentuk fisik atau kertas juga.
Hal ini didukung adanya UU Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE No. 8 Tahun 2011 pada Pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa dokumen elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah. Artinya, dokumen elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan dokumen kertas, sehingga perlu penanganan yang sama seperti dokumen kertas juga, termasuk penggunaan Bea Meterai Elektronik.
Dilansir dari klikpajak.id penggunaan e-Meterai tentunya membutuhkan dukungan teknologi tersendiri, e-Meterai ini bisa dibilang berbentuk seperti pulsa. Meterai elektronik ini memiliki kode unik dan keterangan tertentu yang ditentukan dalam Peraturan Menteri.
Kode unik dalam meterai elektronik tersebut dihasilkan oleh kode generator yang dibuat sistem dan kemudian disalurkan melalui berbagai saluran. Dalam kanal tersebut akan dibuat dompet elektronik atau e-Wallet yang berisi total nilai meterai yang harus dibayar.
Implementasi e-Meterai tentunya membutuhkan dukungan teknologi tersendiri. Lalu, teknologi apa yang akan digunakan dalam meterai elektronik ini?
e-Meterai ini bisa dibilang berbentuk seperti pulsa. Jadi konsepnya semacam code generator yang dibuat oleh sistem.
Code generator inilah yang akan disalurkan melalui penyaluran-penyaluran (channeling). Code generator ini akan diisikan semacam dompet digital (e-Wallet).
Dompet digital e-Meteri ini berisi total nilai meterai yang sudah dibayar.
Nantinya, menurut Direktorat Jenderal Pajak atau DJP akan ada empat channel atau saluran pendistribusian yang saat ini sedang dikembangkan untuk meterai elektronik, yaitu:
1. Saluran elektronik H2H
Meterai elektronik akan langsung terhubung dengan sistem elektronik yang memuat dokumen elektronik tersebut atau dengan sistem host to host. Konsepnya, dokumen elektronik menggunakan integrasi sistem ke sistem atau Application Programming Interface. Dokumen elektronik yang dibuat dalam saluran elektronik ini akan secara otomatis diteraa sesuai dengan kriteria.
2. Saluran elektronik terhubung dengan e-Wallet
Sistem pada saluran elektronik untuk dokumen fisik ini juga menggunakan e-Wallet, yang kemudian diteraa oleh mesin yang terhubung dengan dompet digital tersebut. Prosesnya, dokumen akan dimasukkan ke dalam mesin yang terkoneksi dengan e-Wallet, kemudian langsung diteraa secara elektronik.
3. Saluran pada ‘merchants’ untuk meterai tempel
Ini adalah saluran yang ada pada ‘merchant-merchant’ menggunakan komputer tertentu atau mesin pencetak tertentu maupun kertas tertentu untuk mencetak meterai tempel. Opsi ini sebagai cara ketika membutuhkan meterai tempel untuk dokumen-dokumen fisik.
4. E-Meterai Saluran POS
Sistem meterai elektronik (e-Meterai) atau materai digital ini ini terhubung dengan sistem POS (Point of Sales). Setiap kuitansi atau dokumen transaksi apa pun yang dihasilkan oleh POS ini, sepanjang memenuhi kriteria, secara otomatis akan diteraa meterai.
dalam UU Bea Meterai terbaru ini juga diatur mengenai mekanisme pemungutan Bea Meterai.
Terkait dengan tata cara pembayaran atau penyetoran Bea Meterai sesuai UU terbaru ini, adalah melalui Surat Setoran Pajak (SSP) dengan jenis kode setoran Bea Meterai ditentukan oleh DJP.
Penggunaan SSP ini dinilai sebagai bentuk penyederhanaan cara pembayaran Bea Meterai.
Jadi, dengan melalui SSP artinya pemeteraian kemudian. Ini digunakan untuk dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar, dan/atau dokumen sebagai alat bukti.
Begini gambarannya,
Dokumen yang biasanya diajukan dalam sidang di pengadilan dalam jumlah banyak, bisa mencapai ratusan dokumen. Dari total, misalnya 100 dokumen yang harus bermeterai tersebut, tidak perlu ditempel satu per satu setiap lembarnya dengan meterai, tapi cukup menjumlahkan total lembar dokumen tersebut dengan mengalikan nilai Bea Meterai.
Katakanlah 100 lembar dokumen x Rp10.000 Bea Meterai = Rp1.000.000 nilai Bea Meterai yang harus disetorkan dengan SSP.
Dengan demikian, atas dokumen yang digunakan untuk alat bukti di pengadilan tersebut sudah dimeteraikan dengan pembayaran SSP.
Undang-Undang Bea Meterai 2020 mulai berlaku pada 1 Januari 2021. Artinya, penggunaan Bea Meterai elektronik mulai dilakukan.
Namun pada saat diberlakukannya Bea Meterai elektronik, tidak serta merta Bea Meterai kertas otomatis tidak berlaku.
Akan tetapi, nilai Bea Meterai kertas yang digunakan ini dengan menggabungkan nilai yang tertera pada Bea Meterai paling sedikit Rp9000. Ini berlaku hingga 31 Desember 2021.
Contoh:
Pak Kelik melakukan transaksi Surat Berharga dengan dokumen yang memiliki harga nominal pengenaan Bea Meterai. Karena tarif Bea Meterai dalam UU terbaru adalah satu tarif yakni Rp10.000, maka Pak Kelik harus menempelkan dua Bea Materai, yakni Rp6000 dan Rp6000 dengan total menjadi Rp12.000 atau Bea Meterai senilai Rp3000 dan Rp6000 sehingga total Bea Meterai menjadi senilai Rp9000.
Sanksi pidana yang terdapat pada UU Bea Meterai terbaru adalah sanksi pidana atas:
Meniru/memalsu meterai, termasuk materai elektronik/meterai dalam bentuk lain
Menghilangkan tanda meterai tidak dapat dipakai lagi (rekondisi), yakni menggunakan meterai bekas
Memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan meterai palsu/rekondisi.bskt
Posting Komentar