KOMISI Nasional (Komnas) Perempuan dalam Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2018 mendefinisikan revenge porn sebagai bentuk khusus malicious distribution yang dilakukan dengan menggunakan konten-konten pornografi korban atas dasar balas dendam.
Revenge porn masuk kategori kekerasan seksual berbasis siber karena dilakukan di dunia maya tetapi memiliki dampak di dunia nyata terhadap korban.
Malicious distribution merupakan istilah bagi penggunaan teknologi untuk menyebarkan konten yang merusak reputasi korban atau organisasi pembela hak-hak perempuan terlepas dari kebenarannya.
Revenge porn masuk kategori kekerasan seksual berbasis siber karena dilakukan di dunia maya tetapi memiliki dampak di dunia nyata terhadap korban.
Kepala Departemen Kriminologi Universitas Indonesia Iqrak Sulhin mengungkapkan, konten dengan unsur privat memang rentan disalahgunakan dalam sebuah relasi.
Saat foto atau video diproduksi, tujuannya mungkin untuk dokumentasi pribadi. Namun, tak ada yang bisa menjamin keamanan konten tetap tersimpan.
"Jika dilihat ada orang dalam relasi yang mereka jalin lalu broke up (putus), kemudian muncul unsur sakit hati, konten itu bisa dimanfaatkan untuk macam-macam," ujar Iqrak.
Revenge porn, tegas Iqrak, adalah pembalasan. Motif penyebaran konten yang dimiliki pelaku adalah menyakiti.
Banyak korban takut melapor karena khawatir justru akan terkena delik pidana karena pembuatan konten porno, selain stigma masyarakat dan minimnya perlindungan hukum.
MAHASISWA perguruan tinggi negeri asal Yogyakarta, JA (26), nekat menyebarkan video dan foto intim dengan kekasihnya di media sosial.
Rasa sakit hati karena hubungan yang sudah berjalan sejak 2017 tak direstui orangtua kekasih menjadi pemicunya.
Dunia maya geger. Orangtua kekasih murka dan melaporkan JA ke polisi. Hubungan dengan kekasih tetap tak berlanjut.
Kasus lain serupa dilakukan Aldoni. Dia menyebarkan video hubungan intimnya dengan pacarnya, RV, gara-gara permintaannya untuk melakukan hubungan seks lanjutan ditolak.
Aksi Aldoni menyebabkan RV trauma, takut keluar rumah, dan bahkan mengalami gangguan kejiwaan. Keluarga pun melaporkan kasus ini ke polisi.
Publik juga mungkin masih mengingat kasus Kriss Hatta yang membeberkan kehidupan ranjangnya dengan Hilda, mantan istrinya. Ini dia lakukan setelah hakim meluluskan permohonan pembatalan pernikahan mereka.
Tindakan JA, Aldoni, dan Kriss Hatta ini sudah masuk kategori revenge porn. Ada banyak kasus serupa di luar sana. Waspadalah!
Data Komnas Perempuan menyebut, kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya yang diadukan sepanjang 2018 kebanyakan merupakan bentuk intimate partner violence, baik dalam bentuk pacaran maupun rumah tangga. Ada 61 persen kejadian.
Dari 97 jumlah aduan kekerasan terhadap perempuan di dunia maya yang dilaporkan ke Komnas Perempuan, kasus revenge porn mendominasi, dengan 41 kasus (33 persen).
Jenis kekerasan dengan jumlah aduan terbanyak kedua adalah malicious distribution atau penyebaran materi-materi digital yang berpotensi merusak reputasi korban (20 persen). Lalu, di peringkat ketiga ada cyber harassment, bullying, dan spamming (15 persen).
Mayoritas korban adalah perempuan dan pelaku terbanyak merupakan pasangan dari korban.
Mayoritas korban adalah perempuan dan pelaku terbanyak merupakan pasangan dari korban. Namun, ada juga yang dilakukan oleh orang lain yang mencuri laptop atau gadget korban.
Tuntutannya pun bermacam-macam. Kebanyakan adalah meminta hubungan seksual lagi atau meminta uang agar video dan gambar tidak disebar.
Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin mengatakan, angka kasus revenge porn yang lebih tinggi dibandingkan kategori lainnya disebabkan dampaknya yang hebat terhadap korban, dalam hal ini perempuan.
"Dampaknya pada korban luar biasa mengerikan. Kalau bullying dan segala macam tidak terlalu banyak karena kita cenderung bisa mengatasi sendiri," kata Mariana saat dihubungi Kompas Lifestyle.
Masyarakat tak memihak korban
Faktor lainnya adalah kondisi kultur masyarakat yang juga cenderung tidak berpihak pada korban. Sehingga, pada banyak kasus, korban malah kerap dihakimi oleh masyarakat dan dianggap telah melakukan kesalahan.
Aktivis gender, Tunggal Pawestri, juga mengomentari kasus revenge porn JA lewat akun Twitternya, @tunggalp. Dalam sebuah kicauan, Tunggal menyarankan para korban revenge porn untuk berani meminta bantuan hukum.
"Orang-orang semacam ini buanyak banget. Mengancam untuk sebar foto atau video privat karena sakit hati diputus, atau memeras cari uang," tulis Tunggal.
Ketika dihubungi lewat telepon, Tunggal mengatakan dia bahkan sudah dihubungi dua orang korban revenge porn lewat fitur pesan di Twitter.
Korban pertama takut mantan kekasihnya menyebarluaskan video intim mereka. Sementara korban kedua merasa stres karena video intim bersama mantan kekasihnya sudah disebar ke kalangan teman-temannya.
Kedua korban sama-sama stres karena merasa tidak tahu jalan keluarnya. Tunggal berkeyakinan, kasus revenge porn yang belum terungkap sebetulnya lebih banyak lagi.
"Saya yakin sekali banyak di luar sana yang mengalami namun tidak melapor ke polisi karena memilih untuk mencari jalan keluar alternatif," ujarnya.
Selain itu, daerah asal korban juga dianggap menjadi faktor para korban memilih diam.
"Kalau di Jakarta dan beberapa kota besar, kita bisa mudah meminta mereka untuk datang ke lembaga-lembaga hukum yang terbiasa menangani kasus seperti itu. Tapi untuk daerah-daerah, saya sudah lempar ke grup perempuan, belum ada," ucapnya.
Posting Komentar