Sejarah Seni Bela Diri Silat Kuntau Bangkui suku Dayak Ngaju




Sejarah Seni Bela Diri Silat Kuntau Bangkui Suku Dayak Ngaju 

Bermula sekitar abad ke-5. Alkisah, ada seorang pemburu yang sedang menyusuri lebatnya belantara Kalimantan Tengah, Di tengah perjalanan, dia bertemu kawanan kera berekor pendek dengan bulu lebat yang berwarna kemerahan, yaitu beruk atau "Bangkuis" dalam bahasa Dayak Ngaju.

Dia pun berpikir untuk membunuh salah satu beruk sebagai hasil buruan, maka, dia segera mengambil tombak dan melemparkannya ke arah kawanan kera tersebut. Ajaibnya, Beruk-beruk itu dapat menghindar dari lemparan tombak sang pemburu, bahkan sampai dua kali. Pemburu itu pun kebingungan dan berusaha untuk melarikan diri.
Ternyata, pemburu tersebut tidak dapat melarikan diri dengan mudah. Kawanan beruk tadi mencoba menyerangnya ketika dia lengah. Dengan sigap, pemburu mencabut mandau lalu mengayunkannya ke arah para beruk yang mencoba menyerang.
Sialnya, tidak satu pun tebasan mandau miliknya mengenai beruk-beruk itu. Malahan, kawanan beruk tersebut berhasil menghindar, lalu memanjat pohon seakan-akan menunggu sebuah kesempatan untuk menyerang si pemburu.
Akhirnya, si pemburu mencoba cara terakhir. Dia pun mengambil beberapa damek, anak sumpit dari wadahnya lalu melesatkannya beberapa kali ke arah kawanan beruk. Dengan lihai, para beruk kembali berhasil menghindari tiupan sumpit sang pemburu, lalu mencoba menyerang selagi pemburu tersebut lengah.
Singkat cerita, pemburu tadi berhasil meloloskan diri dari amukan kawanan beruk. Dalam perjalanan pulang, dia memikirkan setiap gerakan yang dilakukan kawanan beruk tersebut. Mereka tidak hanya bergerak lincah dan cepat untuk menghindar dari setiap serangan sang pemburu, tetapi juga membuat pertahanan yang seolah-olah terencana.
Mereka hanya menyerang saat pemburu lengah atau mencoba melarikan diri. Gerakannya terlihat seperti perpaduan antara menghindar dan menyerang. Dari sinilah, sang pemburu mengembangkan bela diri yang memiliki gerakan mirip seperti pola serangan beruk, yaitu Kuntau Bangkui.


Setiap gerakan di dalam seni bela diri Kuntau Bangkui terinspirasi dari pola gerakan bertahan dan menyerang kawanan kera, yang banyak ditemukan di Pulau Kalimantan. Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah mengenal kera ini dengan sebutan Beruk sedangkan sebagian orang lebih mengenalnya sebagai Kera Ekor Babi.


Kuntau Bangkui memiliki gerakan yang berbeda dari seni bela diri yang lain. Jika kebanyakan bela diri lebih bertumpu pada pola menyerang secara agresif untuk mengalahkan musu koh, Kuntau Bangkui lebih mengutamakan gerakan bertahan kemudian menyerang.
Ketika ada serangan, pesilat Kuntau Bangkui akan menghindari serangan dengan cepat. Oleh karena itu, filosofi gerakan Kuntau Bangkui adalah mundur, menyerang, mundur, dan menghindar.


Berkat filosofi gerakan itulah para praktisi beladiri ini dituntut untuk memiliki stamina yang prima dan ketangkasan yang baik, ditambah dengan kemampuan prediksi yang andal agar dapat mengantisipasi serangan lawan dengan cepat. Tentu saja, semua hal tersebut tidak dapat dipelajari dalam satu malam ataupun satu hari saja.


Pada pertunjukkan Kuntau Bangkui, kedua pesilat biasanya akan dipisahkan sejauh 3,5 meter. Kontak tubuh antara kedua pesilat jarang terjadi di dalam pertunjukkan. Ketika salah satu pesilat terancam, lawannya akan mengantisipasi, menghindar, lalu menyerang balik. Posisi tangan kedua pesilat pun selalu terbuka. Saat melancarkan serangan, salah satu sisi tangan bergerak seperti sebuah sabetan ke arah tubuh lawan.

Referensi: MMC Kalteng| Folksofdayak

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama